Senin, 13 Mei 2024

Di Balik Kasus PHK Speatu Bata, Pentingnya Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja

Akibat sepi order dan mungkin kalah bersaing, akhirnya pabrik sepatu “Bata” yang legendaris di Indonesia dinyatakan tutup. Sekitar 233 karyawan Bata pun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bersyukurnya, sesuai berita yang beredar, karyawan yang di-PHK mendapat kompensasi pesangon sesuai regulasi yang berlaku. Karena sesuai PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja pada pasal 40 ayat 1) ditegaskan bahwa, “Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima“.

 

Adapun acuan pembayarannya terdiri dari: a) uang pesangon, b) uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos. Sedangkan sebab pemutusan hubungan kerja (PHK), bisa terjadi atas sebab pensiun, meninggal dunia, atau efisiensi perusahaan. Terlepas dari persoalan bisnis, membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak kepada karyawan dari perusahaan hukumnya wajib. Khususnya saat terjadi pemutusan hubungan kerja. Tapi sayangnya, saat ini masih banyak perusahaan yang tidak mencadangkan dana sejak dini untuk pembayaran uang pensiun atau pesangon karyawannya. Padahal cepat atau lambat, uang pensiun atau pesangon karyawan pasti dibayarkan oleh perusahaan.

 

Nah, bercermin dari kasus pemutusan hubungan kerja dari pabrik sepatu “Bata” dan sesuai regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, maka perusahaan atau pengusaha penting memiliki Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja (PPDKP). Tujuannya untuk menyiapkan pembaran uang pensiun atau pesangon karyawan pada saat dibutuhkan atau waktunya tiba. PPDKP merupakan cara atau strategi perusahaan untuk mendanaka kewajiban imbalan pascakerja kepada karyawannya.  

 

Setidaknya ada 7 alasan, kenapa perusahaan atau pengusaha perlu menyiapkan program pensiun dana kompensasi pascakerja:

1.     Untuk menghindari masalah cash flow atau arus kas perusahaan bila karyawan mencapai usia pensiun atau di-PHK.

2.     Untuk meminimalkan biaya perusahaan akibat karyawan pensiun atau membayarkan  pesangon karyawan.

3.     Untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.

4.     Untuk memenuhi kewajiban pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang harus diterima karyawan saat pensiun atau berhenti bekerja.

5.     Untuk mengurangi pajak penghasilan badan (PPH 25) karena iuran perusahaan yang dibayarkan ke dana pensiun dianggap sebagai biaya.

6.     Menjadi asset program sesuai dengan PSAK 24 terkait kewajiban imbalan pascakerja yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan

7.     Menjadi nilai tambah perusahaan karena memiliki program dana pensiun untuk karyawannya.


 

Lalu, bagaimana caranya perusahaan atau pengusaha mempersiapkan ketersediaan uang pensiun atau pesangon karyawannya? Tentu sangat mudah, salah satunya dapat dilakukan dengan mendanakan uang pensiun atau pesangon karyawan melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) pada program pensiun dana kompensasi pascakerja (PPDKP). Karena DPLK merupakan “kendaraan” yang paling pas untuk mempersiapkan uang pensiun atau pesangon karyawan, termasuk untuk pembayaran pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

Karena melalui DPLK, setidaknya ada 3 (tiga) keuntungan perusahaan atau pengusaha, yaitu: 1) adanya pendanaan yang pasti untuk pembayaran masa pensiun atau uang pesangon, 2) adanya hasil investasi yang signifikan sehingga dapat meminimalkan biaya perusahaan, dan 3) adanya fasilitas perpajakan saat dana dicairkan sebagai manfaat pensiun atau manfaat pensiun lainnya.

 

Jadi, bercermin dari PHK di pabrik Sepatu Bata, mulailah berani untuk mempersiapkan dana kompensasi pasca kerja melalui program pensiun. Agar jangan sampai, perusahaan “gagal bayar” uang pensiun atau uang pesangon saat dibutuhkan. Salam literasi #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

 

TBM Lentera Pustaka Imbau Stop Acara Perpisahan Sekolah Pergi ke Luar Kota, Nggak Bahaya Tah?

Terlepas dari pengusutuan yang dilakukan pihak Kepolisian, faktanya acara perpisahan SMK Lingga Kencana Depok merenggut nyawa 11 orang. Akibat kecelakaan salah satu bus yang digunakan di daerah Ciater Subang. Dunia pendidikan patut berduka, bila akhirnya acara perpisahan sekolah justru menjadi “duka abadi” bagi para orang tua siswa yang meninggal dunia.

 

Melalui tulisan ini, saya mengimbau Kemdikbud RI atau Dinas Pendidikan provinsi atau kabupaten/kota sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakan terkait acara perpusahaan – study tour atau wisuda sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota”. Sungguh, terlalu besar risiko yang bisa terjadi dari acara perpisahan sekolah model seperti itu. Apa sih tujuan acara perpisahan sekolah? Setidaknya, ada 5 (lima) pertimbangan untuk menyetop acara perpisahan sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota”, yaitu:

1.     Panitia atau pihak sekolah sering kali lalai soal kelayakan bus yang digunakan untuk acara perpisahan, dengan alasan “mencari yang sesuai budget” sehingga mengancam keselamatan siswa atau peserta acara perpisahan sekolah.

2.     Perpisahaan sekolah ke luar kota sering kali membuat orang tua khawatir dan was-was akan keselamatan anak-anaknya karena soal yang kerap diabaikan, seperti kelayakan bus, kualitas makana, atau keselamatan  siswa di lokasi atau objek wisata yang dikunjungi.

3.     Bila tujuan acara perpisahan sekolah ke objek wisata, sudah bukan saatnya lagi untuk dikunjungi. Siswa bisa kok mempelajari objek wisata tersebut melalui internet atau menyerahkannya kepada orang tua.

4.     Biaya acara perpisahan sekolah sering kali “memberatkan” orang tua, sehingga orang tua jadi serba salah atau terpaksa. Dipaksakan tapi tidak ada uangnya atau utang ke sana-ke sini. Bila tidak dipaksakan, merasa kasihan pada anaknya.

5.     Tata kelola acara perpisahaan sekolah sering kali hanya memikirkan “saya dapat apa?” dari acara itu, bukan keselamatan siswa. pihak sekolah harus sadar akan hal ini, silakan dievaluasi?

 

Jadi, stop saja acara perpisahan sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota”. Lebih baik acara perpisahan dilakukan di sekolah, dengan menghadirkan orang tua dan siswa bisa unjuk kreasi atas kemampuan atau keterampilan yang dimilikinya. Apalagi di level SMA/SMK, kelulusan sekolah bukanlah akhir. Justru menjadi awal dimulainya kompetisi untuk mendapatkan “kampus negeri” yang terhormat, yang tidak mudah untuk meraihnya. Belum lagi, Uang Kuliah Tunggal (UKT) berbagai kampus saat ini “naik signifikan”. Lebib baik uang perpisahan sekolah ditabung untuk biaya masuk kuliah anak.

 


Acara perpisahan sekolah, study tour bahkan wisuda TK, SD, SMP, dan SMA/SMK kini jadi fenomena yang sulit dibantah di dunia pendidikan. Maka semua aktivitas perpisahaan, study tour atau wisuda sekolah yang sifatnya “pergi ke luar kota” patut ditinjau kembali. Setidaknya, harus ada “standar prosedur” yang ketat bila mau dijalankan oleh pihak sekolah. Menurut saya, sudah bukan zamannya perpisahan sekolah dilakukan dengan “pergi ke luar kota”. Terlalu risiko tinggi dan berpotensi mengabaik keselamatan siswa dan guru. Untuk apa acara perpisahan sekolah akhirnya merenggut nyawa siswa seperti yang terjadi pada siswa SMK Lingga Kencana Depok?

 

Selain memberatkan orang tua, acara perpisahan sekolah ke luar kota pun tidak mendidik sama sekali. Justru sebaliknya, mengajarkan siswa untuk bergaya hidup hedonis, apalagi di era media sosial seperti sekarang. Perpisahan sekolah cuma jadi konten media sosial semua pesertanya. Bahkan tidak sedikit sekolah yang dalihnya “keterbatasan dana” akhirnya menghalalkan segala cara agar perpisahan sekolah tetap bisa terlaksana.

 

Di tengah gempuran era digital dan gaya hidup modern, harusnya sekolah menjadi institusi penting untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa yang kokoh dan peduli. Bukan justru ikut-ikutan tren dan fenomena masyarakat. Maka suka tidak suka, sekolah sebaiknya kembali kepada “khittah” sebagai lembaga yang mendidik kepribadian siswa dan membangun kecerdasan intelektual siswa, bukan yang lainnya. Sudah terlalu peristiwa tragis di balik acara perpisahan sekolah di negeri ini. Belum lagi “cerita miring” orang tua yang galau atau was-was saat sekolah menggelar acara perpisahan ke luar kota. Faktanya, acara perpisahan sekolah ke luar kota tidak menjadikan siswa lebih baik.

 

Lebih baik di-stop acara perpisahan sekolah ke luar kota. Bila tidak, tinjau ulang tata kelolanya lebih baik dan lebih ketak demi keselamatan siswa dan guru. Apalagi hanya hura-hura pergi ke objek wisata. Ubah acara perpisahan sekolah yang lebih edukatif dan membangun kepekaan sosial, seperti menanam pohon, bakti sosial, membantu korban bencana atau aksi bersih lingkungan yang jelas-jelas mendidik karakter siswa. Carilah bentuk acara perpisahan sekolah yang lebih esensi, daripada seremoni semata.

 

Colby dan Damon (1992) dalam bukunya “Kehidupan Kontemporer dengan Komitmen Moral” menegaskan komitmen terhadap nilai untuk menginspirasi orang lain terkadang semakin berbahaya jika berlangsung secara terus menerus dan konsisten, sehingga menjadi budaya. Kini sekolah-sekolah tampaknya, berlomba-lomba untuk tampil lebih hebat dan lebih baik daripada sekolah lainnya, dengan menjadikan perpisahan dan study tour sebagai ajang kemewahan dan eksistensi diri. Begitulah realitas yang terjadi di acara perpisahan sekolah-sekolah saat ini.

 

Maka, stop acara perpisahan sekolah, Jangan ada lagi masyarakat “dikejutkan” dengan kejadian seperti kecelakaan bus acara perpisahan SM Lingga Kencana Depok. Untuk apa acara perpisahan justru menjadi ajang untuk berpisah selama-lamanya, antara anak dan orang tuanya? Salam literasi #TBMLenteraPustaka #KopiLentera #TamanBacaan

 



Kamu Mulai Jenuh Ya, Ngopi Dulu Aja

Mungkin, tidak sedikit orang di sekitar kita gampang mengeluh tentang keadaan hidupnya. Pemicunya, bisa jadi soal keadaan ekonomi, soal pekerjaan, jodoh, rumah tangga, lingkungan, dan berbagai masalah lainnya. Mengeluh, seolah-olah nasibnya jelek. Merasa bahwa keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Hari ini pun masih mengeluh. 

 

Bila dipikir lebih mendalam, semestinya tidak ada istilah nasib buruk dan nasib baik. Sebab nasib sangat tergantung dari diri kita sendiri. Nasib tidak terjadi tanpa sebab. Tapi nasib, pasti erat hubungannya dengan ikhtiar yang kita lakukan. Nasib itu akibat dari apa yang kita kerjakan.

 

Tentu saja, nasib tiap orang berbeda. Karena niat dan ikhtiarnya pun berbeda. Tapi apapun nasibnya, perlu sikap yang bijak dalam menghadapi keadaan, baik atau buruk sekalipun. Agar tidak melulu mengeluh, tanpa berjuang untuk sabar dan bersyukur. Berpikir positif saja, agar tetap mau ikhtiar yang baik. Karena terlalu percaya pada nasib pun akan membuat seseorang menjadi pasif dan makin banyak mengeluh. Akibat harapan tidak sesuai dengan kenyataan.

 

Allah SWT menegaskan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (QS. Ar-Ra'd : 11). Maka jelas, nasib sangat bergantung pada ikhtiar kita sendiri. Ubahlah cara pandang tentang nasib. Nasib hanya soal mind set.

 


Lalu, bagaimana cara mengubah nasib kita? Mungkin banyak literatur yang membahas itu. Tapi cara yang paling sederhana adalah "memperbanyak berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama" seperti yang saya lakukan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Bogor. Berkiprah secara sosial untuk membantu banyak orang walau hanya melalui buku-buku bacaan. Agar anak-anak kampung terbebas dari putus sekolah atau pernikahan dini. Setelah ikhtiar baik, tentu yang tidak kalah penting meningkatkan sikap sabar dan syukur dalam segala keadaan. Karena apapun yang kita alami dan miliki, semuanya memang sudah pantas untuk kita. 

 

Dan seringkali, hidup kita makin berat, dada terasa sempit, bahkan masalah tidak kunjung selesai. Karena kita sering kali tidak melibatkan Allah SWT dalam urusan kita. Maka libatkan Allah dalam soal apapun. Minta petunjuk-Nya. Bila niat dan ikhtiar sudah baik, maka serahkan selebihnya kepada Allah. Mau sulit, mau masalah libatkan Allah. Karena hanya karena pertolongan Allah, kita akan lebih baik dan lebih baik lagi.

 

Jadi, berhentilah mengeluh soal keadaan apapun. Karena apa yang terjadi hari ini, bisa jadi cara Allah untuk "menaikkan kelas" kita di esok hari. Atau minimal, apa yang dialami kita hari ini ternyata justru didambakan orang lain. Bersyukurlah lebih banyak. Agar keluhan itu pergi dan berganti berkah-Nya.

 

Tapi bila masih jenuh pada nasib, ngopi dulu saja di Kopi Lentera, tempat ngopi sambil naca buku di TBM Lentera Pustaka. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan



Minggu, 12 Mei 2024

Literasi Kebaikan, Ekonomi Nggak Kemana-mana Utang Dimana-mana

Kemarin seorang kawan lama datang ke TBM Lentera Pustaka. Terakhir bertemu 9 tahun lalu. Katanya dari kota Bogor dan menyempatkan mampir sekalian silaturahim dan melihat taman bacaan. Alhamdulillah bisa ketemu di TBM, kata saya.

 

Sambil santai, kami nongkrong di Kopi Lentera. Memesan minuman dan cemilan. Sambil menyalakan sebatang rokok dan menikmati senaj di kaki Gunung Salak. Dia pun mulai bercerita, masa-masa lampau. Dia yang bilang, “Gila ya, TBM Lentera Pustaka berkembang terus. Gue lihat di medsos-nya. Makanya pengen banget main ke sini” ujarnya.

 

Sementara gue, rumah masih nyicil. Ekonomi kayaknya nggak kemana-mana. Malah utang yang di mana-mana. Sempat ngojek online tapi ya begitu deh. Sekarang juga lagi nabung buat keperluan anak kuliah. Maklum, kalau nggak disiapin dari sekarang. Bisa-bisa anak nggak kuliah. Sambil santai dia menjelaskan dan meminta pendapat saya.

 

Saya pun bicara apa adanya, sesuai pengalamam diri sendiri. Saya bilang, apapun ya jalani saja sepenuh hati. Tetap ikhtiar yang baik, selebihnya sabar dan tetap bersyukur. Dan satu lagi yang penting, perbanyaklah berbuatlah kebaikan, sebanyak-banyaknya di mana pun. Sekali lagi, perbanyak saja berbuat baik dan menebar manfaat untuk orang lain. Nggak usah dipikir apa untungnya kita? Nggak usah pula peduli apa yang orang lain katakan! Terus aja berbuat baik, Insya Allah tetap sehat dan nyaman menjalani apapun. Apalagi urusan rezeki, pasti lancer. Sekarang ini banyak orang rajin mencari rezeki tapi lupa memberi. Sesederhana itu saja yang saya lakukan di TBM Lentera Pustaka. Taman bacaan sudah jadi ladang amal saya.

 

Jadi pesannya, perbuat saja kebaikan sebanyak-banyaknya. Jangan gampang menyerah saat berbuat baik. Jangan pelit menebar manfaat di mana pun. Dan jangan bingung soal rezeki, sudah ada jatahnya masing-masing. Cukup niat dan ikhtiar yang baik. Lalu, sediakan waktu khusus untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya. Insya Allah, kalau kita sibuk berbuat baik. Apapun bisa terjadi, di luar rencana dan logika kita. Itulah yang disebut “rezeki yang datang tidak pernah diduga-duga”.  

 

Asal mau berbuat baik dan menebar manfaat ke orang lain. Sudah pasti, semuanya jadi amal soleh. Hutang pasti terbayar, rezeki pasti mengalir deras. Badan pun sehat wal afiat. Dan pikiran tetap tenang dan nyaman, tidak ada beban sama sekali. Kata orang istilahnya “ada saja rezeki yang menyapa”. Buah dari berbuat baik itu, sejatinya akan jadi solusi yang ditunggu banyak orang. Tapi sayang, sering kali diabaikan atas nama kesibukan dunia.

 

Sek


arang ini zamannya sudah beda. Dulu, orang yang hemat dianggap akan cepat kaya. Ternyata justru sengsara. Bahkan malah semakin sulit hidupnya. Dulu, orang berpikir “ngapain berbuat baik untuk orang lain”, kayak kita sudah kelebihan. Kita saja belum cukup, ngapai peduli pada orang lain. Ternyata, anggapan itu semuanya tidak benar. Salah dan merugikan. Berbuat baik dan membantu orang lain itu bagus, karena jadi menggampangkan urusan kita.

 

Nggak usah terlalu banyak mikir untuk berbuat baik. Apalagi mencari-cari alasan atas nama waktu dan kesibukan. Jalani saja berbuat baik, tanpa banyak mikir. Kan katanya bila memudahkan urusan orang pasti urusan kita dimudahkan. Bila membuat orang lain bahagia, maka kita pasti dibahagiakan. Persis seperti orang berdoa. Saat kita berdoa maka malaikat pun turut mendoakan. Senangkan dulu Allah, maka Allah pun akan senangkan kita. Karena tiap perbuatan baik di mana pun pasti pada saatnya akan kembali menyapa kita.

 

Sementara siapapun yang berbuat buruk, dasarnya hanya sentiment dan egoisme, apalagi iri, benci, dan dendam. Pasti akan kembali ke dirinya sendiri. Hidupnya malah makin susah dan sia-sia belaka. Hidup yang tidak sehat, tidak berkah. Karena isinya hanya keburukan, terlalu gampang iri dan benci pada orang lain.

 

Jadi, nggak usah banyak mikir. Perbanyaklah kebaikan dalam hidup. Karena kebaikan itu justru untuk diri kita sendiri. Banyak orang tadinya “bingung duit tiba-tiba abis”. Tapi karena kebaikan yang diperbuat malah “bingung duit nggak abis-abis”.

 

Saat berbuat baik, terkadang kita tidak pernah tahu di mana menyebar bibit karena lupa.

Tapi pada akhirnya, air hujan akan menunjukkan dengan tumbuhnya bibit atau biji yang pernah kita tebarkan. Salam literasi #KopiLentera #Tamanbacaan #TBMLenteraPustaka

Arti Kehilangan

Pasti semua orang pernah kehilangan ya. Kehilangan dompet di jalan, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang tua, bahkan kehilangan harta-benda sekalipun. Sedih wajar tapi tidak usah berlarut-larut. Segeralah bangkit dan temukan kembali yang pernah hilang. Tidak apa-apa hilang, Yoh nanti akan ada gantinya.

 

Begitu pula dalam pergaulan. Kita bisa saja kehilangan teman yang selama ini dekat dengan kita. Kehilangan kawan ngobrol, bahkan kehilangan rekan yang sering memuji kita, atau pernah kawan yang pernah kita banggakan. Sekali lagi, tidak apa-apa. Kehilangan itu sebuah kodrat.

 

Apapun yang hilang, tidak apa sahabat. Sikapi dengan bijak dan realistis. Bahwa hilang itu bisa terjadi kapan saja dan soal apa saja. Asal jangan kehilangan jati diri dan semangat untuk menjadi lebih baik. Karena bumi masih berputar, matahari pagi pun masih terbit. Selama air masih mengalir, dan cinta-Nya tidak pernah berkurang pada diri kita, tidak apa-apa kehilangan apapun selagi di dunia. Asal jangan kehilangan Allah SWT, jangan sampai kehilangan Tuhan.

 

Coba renungkan, kapan kita akan menengok k atas. Pasti ketika menengok kanan dan kiri, melihat ke depan dan belakang ternyata tertutup tembok semua. Tidak ada pilihan selain menengok ke atas. Dan di atas itulah kita bisa berdialog dengan Allah, bertutur dengan-Nya.

 

Saat kehilangan, justru Allah ingin membuat kita melihat sejenak ke atas. Untuk menyebut dan menegaskan "masih ada Allah" sang pemilik langit dan bumi beserta isinya. Jadi kehilangan apapun soal dunia tidak masalah. Tapi saat menengok ke atas, maka Allah mengingatkan bahwa kita itu istimewa di mata-Nya. Kita dipilih-Nya, kita begitu disayang-Nya. Sehingga masih tetap sehat dan masih mampu dekat dengan-Nya. Sekaligus mengingatkan, mungkin selama ini melalaikan-Nya. Kita terlalu angkuh dan arogan hingga menutup mata akan semua cinta-Nya. Terlalu menggunakan nafsu dan logika yang tidak sepenuhnya benar untuk berjalan.

 


Apapun yang hilang dari kita itu hanya sementara. Dan Allah pasti akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Memang begitu hukum alamnya. Maka tetaplah ikhtiar yang baik, sabar dan bersyukur di segala keadaan. Ingat, the show must go on. Jadi, hadapi dan jalani saja apa adanya sambil tetap berharap hanya kepada-Nya, bukan kepada manusia lainnya.

 

Hilang dan hilang, tidak apa-apa. Tidak dihargai tidak apa, tidak dipedulikan tidak apa juga. Lalu semuanya habis, pergi, dan menjauh. Sungguh tidak apa-apa. Karena saat itu terjadi, justru kita akan segera menemukan yang pas untuk kita.

 

Tenang saja saat kehilangan. Karena di sanalah kita akan menemukan jati diri kita yang sebenarnya. Lalu menemukan Ilahi Rabbi sang penguasa alam. Sehingga sirna semua gelap yang pernah ada.

 

Seperti kata Rumi, "Aku kehilangan segalanya. Namun aku menemukan diriku...". Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #KopiLentera

Sabtu, 11 Mei 2024

Aksi Sosial Mahasiswa IPB di TBM Lentera Pustaka, Diskusi Berjuang untuk Gerakan Literasi

Sebagai realiasasi pengabdian kasyarakat dan kepedulian sosial, BEM Faperta IPB dan HIMA Agronomi IPB hari ini menggelar aktivitas literasi “bikin tanaman hias” di TBM Lentera Pustaka (12/5/2024) di Bogor. Sekitar 20 mahasiswa membimbing langsung anak-anak taman bacaan membuat tanaman hias dari botol plastik bekas yang “dipercantik” dengan warna dan tanaman. Kegiatan ini diikuti 50-an anak TBM Lentera Pustaka dan disaksikan para ibu yang mengatar anaknya ke taman bacaan.

 

Kegiatan yang menjadi bagian dari sosial dan lingkungan BEM Faperta IPB ini menjadi kolaborasi antara mahasiswa dan taman bacaan. Untuk berbuat baik secara nyata, di samping ikut memberi semangat akan pentingnya membaca buku. Patut diketahui, kerja sama BEM Faperta IPB dan TBM Lentera Pustaka pada tahun 2024 ini telah memasuki tahun ke-5, dimulai sejak 2020. Sebuah tradisi baik dan konkret yang sudah jadi budaya kepengurusan BEM Faperta IPB setiap tahunnya. Selain banyak menginisiasi program dan aktivitas baru untuk anak-anak TBM Lentera Pustaka, kehadiran BEM Faperta IPB menjadi bukti kontribusi nyata mahasiswa terhadap gerakan literasi dan aktivitas taman bacaan di Indonesia. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi di anak-anak usia sekolah dan warga masyarakat.



Setelah melalukan aktivitas tanaman hias, beberapa mahasiswa pun menikmati minuman di Kopi Lentera, kafenya literasi yang diinisiasi oleh relawan TBM Lentera Pustaka. Ditemani pendiri TBM Lentera Pustaka, Syarifudin Yunus, mahasiswa mendiskusikan tentang cara dalam menggerakkan kegemaran membaca anak-anak usia sekolah. Di samping cara mensosialisasikann giat membaca kepada puluhan anak seperti yang ada di TBM Lentera Pustaka. Bertempat di Kopi Lentera - Rooftop Baca TBM Lentera Pustaka, diskusi semakin hangat ketika mengupas tuntas tentang perjuangan tidak kenal lelah dalam menjalankan aktivitas taman bacaan dan tantangan berat yang dihadapi taman bacaan di era digital seperti sekarang.

 

Dari kolaborasi BEM Faperta IPB dan TBM Lentera Pustaka ada pesan penting untuk semua pihak. Bahwa jika kamu ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Jika kamu ingin pergi jauh, pergilah bersama-sama" sebagaimana kolaborasi yang dilakukan mahasiswa di TBM Lentera Pustaka. Salam literasi #BEMFapertaIPB #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka




Jumat, 10 Mei 2024

Ngopi Dulu Baru Baca buku di Kopi Lentera

Semalam, pukul 21.00 WIB, sekelompok mahasiswa dari STAI di Bogor merapat ke Kopi Lentera. Yah, sekadar ngopi sambil baca buku. Ngobrol dan menikmati suasana malam di waktu libur dan senggang. Mungkin juga, memang sudah "waktunya ngopi' buat anak-anak muda ini.

 

Sementara di ruang diskusi yang lain, mungkin hari ini kita masih mempersoalkan minat baca yang rendah. Malas membaca, tidak ada akses baca dan lain-lain sebabnya. Sudah puluhan tahun minat baca dipermasalahkan. Entah mau sampai kapan, dan butuh berapa generasi dan berapa presiden lagi kita masih bikin seminar soal minat baca?

 

Maka melalui Kopi Lentera, TBM Lentera Pustaka komit tuk akrabkan buku dengan kaum penikmat kopi. Nggak apa-apa niatnya ngopi asal di meja selalu ada buku. Syukur-syukur dibaca, paling minimal buku ada "di dekat kita". Selalu menghadirkan buku dengan cara yang asyik dan menyenangkan. Tapi maaf, Kopi Lentera hanya buku 3 hari seminggu (Jumat-Sabtu-Minggu). Sebagai tempat ngopi sambil baca buku. Bukan tempat baca sambil ngopi ya.

 


Kopi Lentera niatnya sederhana. Bila suprastruktur membaca sudah nggak peduli, maka hanya infrastruktur di level "akar rumput" yang bisa dijalankan. Bila pesimisme sudah melanda literasi, maka optimisme individu yang bisa digerakkan di taman bacaan. Biar kita lebih mau "baca bukan maen".

 

Terima kasih mahasiswa, pelanggan Kopi Lentera. Ngopi dulu baru baca buku. Selamat ngopi, bukan selamat baca. Salam literasi #KopiLentera #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen

 



Relawan Taman Bacaan Healing, Jaga Prinsip Semangat Kerelawanan untuk Literasi

Ini sekadar cerita relawan taman bacaan. Di libur panjang kali ini, relawan TBM Lentera Pustaka "healing" ke Kawah Ratu di Kawasan Gunung Halimun Salak (10/5/2024). Sebagai relawan, mereka (Susi, Zhia, Resa, Farida, Dilla, Gina, Fadil,, Sabda) sehari-hari yang menjalankan aktivitas taman bacaan dan program literasi enam hari dalam seminggu. Tentu, didasari pengabdian yang tulus, ikhlas, dan sepenuh hati. Tanpa pamrih dan hanya berbuat baik sekaligus menebar manfaat kepada sesama. Apalagi saat ini TBM Lentera Pustaka mengelola 15 program literasi, dari TBM, KEPRA, GEBERBURA, KSP, MOBAKE, hingga literasi digital dan finansial, Pasti sibuk dan melelahkan!

 

Tapi relawan juga kan manusia. Apalagi anak-anak muda yang punya harapan untuk masa depannya. Tentu, mereka membutuhkan refreshing dan “keluar” dari aktivitas di taman bacaan, Apalagi sekarang, relawan TBM Lentera Pustaka punya kesibukan baru mengelola “Kopi Lentera”, kafenya literasi yang baru soft opening minggu lalu. Refreshing relawan TBM Lentera Pustaka ini sangat penting untuk menjaga semangat dan komitmen untuk berkiprah di taman bacaan. Sayangnya saya sebagai Pendiri TBM Lentera Pustaka tidak bisa ikutan. Selain lagi ada kerjaan juga bukan waktunya saya berada di TBM. Tapi sejujurnya, saya sanat bangga punya relawan yang loyal dan berdedikasi penuh TBM Lentera Pustaka. Saya selalu mendoakan, relawan TBM Lentera Pustaka selalu sehat wal afiat dan semakin berkah dalam hidupnya, Atas pengabdian dan aksi nyata di taman bacaan.

 

Untuk yang belum tahu, apa sih kawah ratu? Kawah Ratu adalah area kawah yang terbentuk akibat letusan Gunung Salak, yang terakhir kali terjadi pada tahun 1938. Luasnya sekitar 2 hektar, yang hingga saat ini masih mengeluarkan air dan uap panas serta gas belerang. Kawah Ratu memang sering dijadikan tujuan hiking atau pendakian, sebagai suatu fenomena alam yang menarik. Letaknya di Kawasan Wisata Gunung Halimun Salak (sekitar 30 menit dari TBM Lentera Pustaka dengan motor). Tapi untuk ke kawah Ratu butuh 3 jam hiking saat berangkat dan pulangnya 2 jam. Jadi, fisik dan mental memang harus siap. Oh hiya, kandungan belerang di Kawah Ratu bisa sangat tinggi, terkadan pengunjung dilarang untuk turun ke kawahnya. Itulah alasan relawan TBM Lentera Pustaka “healing” ke Kawah Ratu, pasti fresh dan memorable tentunya.

 


Kembali ke soal relawan taman bacaan. Terus terang, saya bangga punya relawan yang berdedikasi di TBM Lentera Pustaka. Patut bersyukur. Karena relawan itu bertindak tanpa dibayar. Bukan karena mereka tidak berharga. Tapi justru mereka tidak ternilai harganya. Sementara banyak orang “mikir” jadi relawan karena tidak ada untungnya, tidak ada duitnya. Justru relawan TBM Lentera Pustaka mengabdi dengan tulus, mau berbuat baik di taman bacaan. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi ke anak-anak usia sekolah di kampung-kampung. Tentu apa yang dilakukan relawan manfaatnya, bukan untuk hari ini tapi untuk esok dan masa depan. Untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita, anak-anak generasi penerus Indonesia. Helaing-nya relawan taman bacaan, tentu untuk menjaga prinsip semangat kerelawanan untuk literasi.

 

Maka jangan lagi bertanya, kenapa mau jadi relawan di taman bacaan? Namanya relawan ya harus rela, harus ikhlas berbuat untuk sesama. Kalau kita membaca sejarah, kapal atau bahtera Nabi Nuh AS dulu dibangun oleh para relawan. Untuk menyelamatkan kaum Nabi Nuh yang beriman. Memang perahu atau bahtera memang tidak berguna di saat tidak ada banjir atau air bah. Tapi begitu kejadian, hanya yang ada di perahu yang selamat, dan yang lainnya punah. Begitulah relawan taman bacaan bekerja, hanya menyiapkan “perahu” untuk masa depan, saat dibutuhkan anak-anak zaman now.

 

Jadilah relawan taman bacaan dan teruslah berkiprah, hingga waktu nan indah itu tiba. Atas kerja kemanusiaan relawan, pasti Allah SWT ridho pada relawan. Salam literasi #RelawanTBM #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

 






Kamis, 09 Mei 2024

Pegiat Literasi Bikin Buku Ilmiah tentang Gerakan Literasi dan Taman Bacaan, Apa Judulnya?

Sebagai pegiat literasi dan setelah berkiprah lebih dari 5 tahun di taman bacaan, saya telah menulis 2 (dua) buku ilmiah tentang taman bacaan dan literasi. Yaitu “Membangun Budaya Literasi dan Taman Bacaan” dan “100 Kisah di Langit Taman Bacaan”. Titik temu dari kedua buku tersebut ada pada kata kunci ”TBM Edutainment", sebuah cara beda dalam mengelola taman bacaan berbasis edukasi dan entertainment (hiburan). Semua orang tahu, membaca buku itu perbuatan yang membosankan. Maka banyak orang malas baca, lebih sopannya “tidak punya waktu untuk membaca”. Karenanya, harus ada cara yang asyik dan menyenangkan dalam membaca buku. Tempatnya asyik, suasananya menyenangkan. Agar tercipta kemampuan daya baca (bukan hanya minat baca) yang bisa ditularkan kepada banyak orang.

 

Selain menuturkan realitas pengabdian di taman bacaan, kedua buku karya Syarifudin Yunus ini dapat dikatakan buku yang paling komprehensif mengupas literasi dan taman bacaan di Indonesia. Layak menjadi referensi ilmiah bagi mahasiswa maupun penuis ilmiah terkait bahasan literasi dan taman bacaan. Karena di dalamnya membahas empat bagian penting di literasi, yaitu 1) praktik baik taman bacaan, 2) kajian dan riset literasi, 3) TBM Edutainment, dan 4) tantangan di taman bacaan. Semuanya tersaji dari kisah nyata TBM Lentera Pustaka yang saya dirikan di kaki Gunung Salak Bogor, saat memilih literasi dan taman bacaan sebagai jalan hidup.

 

Buku setebal 272 halaman terbitan Endnote Press ini menegaskan pentingnya membangun budaya literasi dan taman bacaan berbasis edukasi dan hiburan. Sebagai obat “jalan sunyi” pengabdian di bidang literasi. Buku dengan ISBN: 978-623-99780-5-1 ini, menyajikan pengalaman konkret dalam menggerakkan literasi dan taman bacaan sebagai sentra pendidikan yang dipadukan dengan hiburan. Itulah yang disebut dengan teori “TBM Edutainment” sebagai model tata kelola dan pengembangan taman bacaan. Agar lebih diminati dan mengundang daya tarik anak-anak dan masyarakat. TBM Edutainment mampu menjadikan taman bacaan sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan. Agar spirit literasi untuk semua dapat terwujud. Tentu, harus didasari oleh komitmen dan konsistensi sepenuh hati.

 

Pada buku ini, disajikan fakta miris realitas taman bacaan di Indonesia seperti: hanya 20% ruang baca taman bacaan yang memadai, 60% koleksi buku taman bacaan tidak memadai, 60% taman bacaan yang ada tidak punya dokumen legalitas, dan 70% taman bacaan yang ada di Indonesia hanya bisa membeli 1 dari 4 buku yang dibutuhkan. Bukti bahwa rasio kecukupan dana di taman bacaan tergolong memprihatinkan. Karenanya, gerakan literasi dan taman bacaan bisa lebih berdaya bila ada kepedulian dan kolaborasi dari berbagai pihak, terutama CSR korporasi dan keterlibatan komunitas atau relawan. Maka survei di buku ini menyebut, 70% dari TBM atau taman bacaan yang ada terkesan “mati suri”. Dibilang ada lembaganya tapi tidak ada aktivitasnya. Mungkin, karena taman bacaan dianggap sebagai kegiatan sosial sehingga cara mengelolanya pun bersifat sosial. Kadang buka, kadang tutup. Sebagian besar biaya operasionalnya pun keluar dari “kocek pribadi” pendirinya. Apalagi tidak mendapat dukungan dari pemerintah daerah setempat, di samping sulit memperoleh donasi buku bacaan. Maka wajarm tidak sedikit taman bacaan memang “mati suri”.

 


Kelebihan dari buku ini, antara lain: 1) menyajikan isi yang komprehensif yang terdiri dari: 30% praktik baik TBM, 15% kajian dan riset taman bacaan, 15% TBM Edutainment, dan 40% tantangan dan tips di taman bacaan, 2) bergaya bahasa berupa esai yang mudah dimengerti, 3) memuat riset dan realitas budaya literasi, dan 4) menyajikan “teori baru” dalam aktivitas literasi dan taman bacaan yang disebut “TBM Edutainment”. Kekurangannya terletak pada jenis kertas “bookpaper” yang kurang memadai dan menempatkan literasi dan taman bacaan sebagai jalan sunyi pengabdian.

 

Tentu, di tengah gempuran era digital yang kian tidak terbendung, setidaknya hadirnya kedua buku tentang literasi dan taman bacaan ini bisa jadi “angin segar” yang mencerahkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang literat. Buku ilmiah tentang literasi dan taman bacaan, di sampig dapat membantu memahami pronblematika literasi dan taman bacaan. Buku ini bukan hanya berkisah nyata tentang pengalaman berjuang di taman bacaan. Tapi “menyuruh” pegiat literasi di mana pun untuk lebih kreatif dan lebih spartan dalam berliterasi. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Masyaarakat yang punya daya baca secara konkret, bukan hanya mempersoalan minat baca.

 

Kata kuncinya, terletak pada eksekusi dan praktik baik untuk mewujudkan taman bacaan sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan melalui TBM Edutainment. Sebuah cara beda dalam tata kelola dan pengembangan literasi dan taman bacaan di Indonesia.

 

Seperti judul kedua buku ini, ada "100 Kisah di Langit Taman Bacaan" maka dibutuhkan komitmen dan konsistensi sepenuh hati dalam "Membangun Budaya Literasi dan Taman Bacaan". Dan yang terpenting, siapapun saat sudah banyak membaca, jangan lupa menulis. Literat itu memang berat, salam literasi! #BukuLiterasi #BukuTamanBacaaan #TBMEdutainment #TBMLenteraPustaka