Kamis, 03 April 2025

Literasi Logika yang Selalu Terbatas

Mungkin kitab oleh sepakat, tidak ada seorang pun yang hidup tanpa masalah. Masalah pasti dan selalu ada. Mulai dari keuangan yang selalu tidak cukup. Kemiskinan dan ketidak-mampuan ekonomi sering jadi masalah. Masalah hukum atau masalah keluarga, tentu bisa melanda siapapun. Bahkan untuk sebagian orang, penampilan dan wajah pun seringa dianggap masalah. Makanya produk seperti skincar laku dan dianggap sebagai solusi. Belum lagi masalah dalam percintaan dengan segala dinamikanya. Terkadang, masalah selalu ada saja.

 

Ternyata, tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan logika atau pemikiran. Peraya atau tidak, adakalanya masalah justru dapat selesai dengan kesabaran dan ketenangan. Masalah yang selesai dengan sendiri seiring waktu berjalan. Bahkan faktanya, banyak masalah yang selesai dengan sujud yang lebih lama. Masalah yang tanpa dikeluhkan, tanpa diceritakan ke orang lain justru selesai dengan sendirinya. "Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Dan sholat itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,"

 

Masalah, seperti banyak hal lain dalam hidup terjadang tidak harus dimengerti. Biarkan semuanya berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Karena apapun dan sebab apapun sudah sesuai dengan ketentuan-Nya. Maka setiap masalah cukup dijalani dan ndiikmati saja prosesnya dengan sabar. Tenang, karena jalan keluar dari Allah pasti datang. Suatu kali, Said Bin Abdul Aziz Rahimahullah berkata: “Apabila engkau menghadapi suatu masalah yang engkau tak sanggup untuk mengubahnya, Maka bersabarlah. Tunggulah jalan keluar dari Allah.”

 


Terbukti, tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan logika. Tidak semua hal harus dipikirkan dengan akal. Karena logika pun ada batasnya. Logika yang terbatas sebagai alat untuk mempertimbangkan. Tentang apa yang ada dan apa yang terjadi dalam kehidupan sehingga bisa memilih cara yang paling pas. Tapi logika, tentu bisa salah bisa benar. Bisa tepat bisa tidak tepat. Karenanya, tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan logika.

 

Maka apapun, teruslah perbaiki niat dan baguskan ikhtiar. Selebihnya serahkan kepada-Nya. Karena di antara ibadah yang paling mulia adalah menunggu jalan keluar dari Allah. Tetpa bersabar dalam segala keadaan tanpa dikeluhkan. Tentu, dengan hati yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya. Ketahuilah, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." [Ath-Thalaq: 2]. Salam literasi!

Ternyata, Peserta DPLK 20% Individual dan 80% Korporasi

Berdasarkan data OJK per Desember 2024, kepesertaan dana pensiun sukarela (DPLK dan DPPK) di Indonesia mencapai 4,1 juta peserta. Dari jumlah tersebut, 68% peserta dana pensiun merupakan peserta DPLK (Dana Pensiun Lembaga keuangan). Jumlah peserta dana pensiun sukarela yang hanya 2,7% dari total angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 150juta pekerja. Angka ini tergolong sangat kecil. Tingkat kepesertaan dana pensiun di Indonesia masih sangat rendah karena sekitar 97% pekerja, baik di sektor formal maupun informal, pada dasarnya belum memiliki dana pensiun sebagai perencanaan hari tua.


Sebagai upaya untuk meningkatkan penetrasi dana pensiun pekerja sektor informal, penelitian yang dilakukan Syarifudin Yunus, edukator dana pensiun LSP Dana Pensiun (Maret 2025) menunjukkan komposisi kepesertaan DPLK per Desember 2024 terdiri dari: 1) 20% peserta secara individual, yaitu kepesertaan atas inisiatif pribadi untuk memiliki DPLK dan 2) 80% peserta secara korporasi, yaitu kepesertaan atas inisiatif perusahaan atau karyawan yang diikutsertakan pemberi kerjanya.


Saat ini peserta DPLK secara individual tergolong belum optimal atau hanya 560.000 peserta dari total 2,8 juta peserta DPLK per Desember 2024. Hal ini berarti, kepesertaan DPLK selama ini lebih didominasi oleh peserta korporasi, yaitu karyawan yang diikutsertakan menjadi peserta DPLK oleh pemberi kerjanya (lihat diagram 1). Oleh karena itu, perluasan pasar DPLK kepada pekerja secara individual perlu direalisasikan. Mengingat potensi pasar individual (retail pensiun) masih sangat besar untuk digarap.   



Kepesertaan DPLK secara individu yang tergolong rendah menjadi bukti DPLK dihadapkan pada tantangan yang sangat berat akibat kurangnya edukasi pemahaman akan pentingnya dana pensiun kepada publik, di samping kurangnya akses pekerja secara individual untuk membeli DPLK secara online. Kondisi ini juga bertentangan dengan prinsip pengembangan DPLK yang seharusnya terletak pada kepesertaan secara individu, bukan kepesertaan secara korporasi. Kepesertaan secara individual berarti orang per orang yang dengan sengaja dan mau mempersiapkan masa pensiunnya sendiri melalui dana pensiun.


Kondisi ini menyiratkan pentingnya edukasi dan akses digital pada DPLK sebagai Upaya untuk meningkatkan penetrasi pasar DPLK secara individual dan pekerja sektor informal. Salam #YukSiapkanPensiun



Selasa, 01 April 2025

Setelah Lebaran, Hidup Kita yang Jalanin Orang Lain yang Komentarin

Musim lebaran sering dipakai silaturahim. Tapi sekarang kawan bercerita, udah malas silaturahim. Karena katanya, di balik silaturahim sering banyak omongan yang buruk dan gibah yang tidak ada habisnya. Masa iya begitu? Iya memang begitu. Terkadang, hidup kitayang jalanin tapi orang lain yang komentarin.

 

Mungkin sulit dihindari dalam silaturahim atau pergaulan. Yang ujungnya, hanya membicarakan orang lain bahkan membahas aib-aib orang lain, apalagi orang yang dianggap musuhnya atau dibencinya. Tapi terserah apa namanya, peganglah prinsip “jangan mau dirusak oleh mulut orang lain”. Jangan pernah sudi suasana hati dirusak hanya karena omongan orang lain. Apalagi zaman now, mungkin satu mulut bisa berhenti tapi pasti akan ada mulut-mulut lainnya yang berkoar-koar.

 

Patut dipahami, omongan orang itu sulit dikontrol. Perkataan dan pikiran orang lain pun seperti hujan. Kita tidak akan bisa mencegahnya, apalagi menghentikannya. Selalu dan akan terus ada. Sebab apa yang keluar dari mulut orang lain itu terjadi karena sifat dan pemikirannya. Mau sebaik ataupun buruknya kita, tetap saja, kita tidak akan pernah bisa selamat dari omongan manusia.Maka tips-nya sederhana. Jangan mau dirusak oleh mulut orang lain. Jangan biarkan suasana hati kita dirusak oleh omongan orang lain. Karena mulut punya orang, tapi hati punya kita.

 


Adalah wajar, biar suasana lebaran, masih ada orang yang tidak suka pada kita. Orang yang kerjanya membenci kita akan selalu ada. Entah apa sebabnya? Karena kodrat manusia memang tidak sempurna. Tidak mampu membahas yang baik ya mau tidak mau mengkaji yang buruk. Karena pekerjaan paling mudah adalah bergibah tentang orang lain. Jadi, tidak masalah apa pun yang orang katakan tentang kita. Toh, hidup dan segala sesuatunya kita yang menjalaninya. Orang lain memang tugasnya ngomongin, sekalipun tidak kasih makan tidak pula sekolahkan kita.

 

Jangan mau dirusak oleh mulut orang lain. Teruslah berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Bila kita berbuat baik, tentu bukan untuk dipuji. Bila kita salah pun, adalah momen untuk memperbaiki diri. Karena selama masih ada di dunia, tugas kita hanya terus belajar. Belajar menyikapi hidup, belajar menerima omongan orang lain. Sambil tetap eling dan waspada. Agar esok, kita bisa berkembang menjadi lebih baik.

 

Ketahuilah, orang lain hanya punya mulut. Tidak punya uang untuk kasih makan. Tidak punya kelebihan untuk membantu orang lain. Jadi biarkan mereka hidup dengan dunianya dan kebiasaannya. Maka, jangan mau dirusak oleh mulut orang lain. Tetaplah introspeksi diri, teruslah memperbaiki diri. Bila ada omongan orang lain yang buruk, cukup disikapi dengan rileks tanpa perlu menjadikannya sebagai beban. Jadikan pembelajaran sekaligus hikmah, bahwa di dunia apa saja ada. Termasuk orang yang tidak punya urusan dengan kita tapi begitu peduli mulutnya terhadap kita.

 

Mulut orang lain sama sekali tidak bisa kita bungkam. Cukup jadikan pelajaran dan sarana untuk terus berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Jangan mau dirusak oleh mulut orang lain. Sebab kita ada hingga hari ini, bukan untuk mendengarkan omongan lain. Tapi untuk menjalankan apapun sesuai kata hati. Fokus saja pada diri kita sendiri, tidak ada ruang bagi mulut orang lain. Salam literasi!

Literasi Karma, Jangan Jahat-jahat Jadi Orang

Banyak orang takut pada karma. Tidak sedikit pula yang menganggap karma adalah sesuatu yang buruk. Hukum buruk atas perilaku manusia. Tidak sepenuhnya benar. Karma itu semua hal yang keluar dari diri kita, akan kembali kepada kita. Sederhananya, karma berarti suatu konsekuensi yang diterima karena kelakuan atau perbuatan si manusia itu sendiri.

 

Karma sering disangkut-pautkan dengan sesuatu hal buruk. Ada juga yang percaya, karma merupakan balasan bagi perbuatan seseorang di masa lalu. Namun, tidak semua karma itu berbuah pahit. Apabila seseorang menanam benih kebaikan tentu akan mendapat buah yang manis di masa depan. Jadi, karma bukanlah pembalasan dari alam semesta, melainkan pantulan dari tindakan kita sendiri.

 

Hukum karma, menegaskan tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini. Semuanya sudah sesuai dengan pikiran dan perbuatan si manusia. Siapapun yang menyebut kebetulan, itulah kondisi manusia yang tidak mampu memahami kesengajaan Allah SWT. Karma itulah salah satu hal dalam hidup yang ditakdirkan oleh kehidupan untuk manusia sesuai dengan amal perbuatannya.

 

Jika kita memberikan hal yang baik kepada dunia, maka seiring berjalannya waktu, karma akan menjadi baik dan pasti kita akan menerima yang baik. Sungguh, apa pun yang kita berikan untuk hidup, pasti akan kembali pada kita. Maka jangan membenci siapapun. Karena kebencian yang keluar dari diri kita, suatu saat akan kembali kepaada kita. Bila tidak bisa mencintai orang lain, maka cukup diam tanpa berprasangka buruk.

 

Jagalah hati dan batin di mana pun. Karena dosa hati jauh lebih berbahaya daripada dosa zahir. Kerusakan hati adalah pangkal utama kerusakan zahir. Sebab dari rusaknya lahir itu dari rusaknya batin. Karenanya, dosa hati lebih besar dari dosa zahir.

 


Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bahwa “Dosa-dosa besar, seperti riya’ (pamer keta’atan), ujub (bangga/takjub terhadap amal), kibr (sombong), fakhr (membanggakan amal), khuyala` (angkuh), putus asa, tidak mengharap rahmat Allah, riang gembira atas penderitaan orang lain, membongkar aib orang lain, senang atas musibah yang menimpa orang lain, berharap orang lain merana, benci yang berketerusan, senang dengan tersebarnya fahisyah (maksiat), menebar fitnah, dan iri – dengki yang semuanya berasal dari hati, dosa-dosa itu statusnya lebih haram dari zina, meminum minuman keras, dan dosa-dosa besar yang zahir selain keduanya”(Madarijus-Salikin, Ibnul Qoyyim rahimahullah).

 

Jadi, jangan takut dengan karma. Karma tidak selalu buruk. Kita tidak perlu khawatir tentang apa yang akan kita terima tapi khawatirlah dengan apa yang kita berikan dan perbuat. Maka jangan buang waktu untuk benci atau balas dendam. Toh, orang-orang yang menyakiti orang lain pada akhirnya akan menghadapi karma mereka sendiri atas perbuatannya. Teruslah berbuat baik dan tebarkan manfaat kepada sesama di mana pun, hingga karma kebaikan pun akan mengikuti kita.

 

Makanya jangan jahat-jahat jadi orang, karena apapun yang kita perbuat akan Kembali kepada kita. Salam literasi!

 


Literasi Pensiun, Blak-blakan Susahnya Hidup di Hari Tua?

Mungkin, ada kesalahan cara pandang tentang masa pensiun di Indonesia. Karena dianggap pensiun masih lama, maka sebagian besar pekerja merasa tidak perlu mempersiapkan masa pensiunnya sejak dini. Pengamatan subjektif, rata-rata pekerja di Indonesia baru sadar dan memulai untuk menyiapkannya masa pensiun biasanya 5 tahun sebelum pensiun. Alhasil, uang pensiunnya tidak optimal karena durasi menabung untuk hari tua tergolong sebentar. Kok bisa? Karena masa pensiun dianggap “gimana nanti” bukan “nanti gimana”.

 

Survei membuktikan, 1 dari 2 pensiunan di Indonesia sangat bergantun dari transferan anak-anaknya setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan 7 dari 10 pensiunan pada akhirnya mengalami masalah keuangan di hari tua, tidak mampu mempertahankan standar hidupnya seperti saat bekerja. Maka wajar, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun atau berhenti bekerja. Sebabnya, karena tidak ada dana yang cukup untuk masa pensiun atau saat tidak bekerja lagi.

 

Ini kisah nyata, seorang kawan yang sudah pensiun bercerita. Dia menyesal karena tidak mempersiapkan masa pensiunnya sejak awal bekerja. Alias tidak mau menabung untuk hari tua di saat mulai bekerja. Dan kini setelah 3 tahun pensiun baru terasa beratnya tidak punya uang di hari tua. Uang pesangon 22 tahun bekerja habis untuk memenuhi biaya hidup setelah pensiun dalam kurun 2 tahun saja. Selebihnya, dia harus jadi “driver ojol” untuk mencari tambahan uang untuk biaya hidup. Dia beruntung, karena sudah tidak punya anak yang harus ditanggung. Kondisi fisik pun masih kuat, tidak ada masalah kesehatan. Alhamdulillah, bagaimana bila sakit0sakitan di hari tua?

 

Blak-blakan soal pensiun. Ternyata benar, merencanakan masa pensiun tidak bisa asal-asalan. Harus punya komitmen untuk memulai menabung untuk hari tua sejak bekerja. Harus ada gaji yang berani disisihkan untuk masa pensiun, berapa pun nilainya. Karena jika tidak, masa pensiun yang kelam akan jadi cerita di kemudian hari. Terlepas dari perdebatan soal instrumen investasi untuk masa pensiun, intinya menabung untuk hari tua harus dimulai sejak dini, sejak saat bekerja. Agar manfaatnya bisa diambil atau digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup di hari tua. Setuju nggak?

 

Masa pensiun nggak bisa dianggap remeh. Hari tua nggak bisa asal-asalan, tanpa persiapan. Agar setelaha pensiun, tidak bergantung kepada anak-anaknya. Atau minimal tetap mampu mempertahankan standar hidup seperti saat bekerja. Syukur-syukur bisa memenuhi gaya hidup seperti saat bekerja dulu. Masa pensiun yang panjang, bisa mencapai 18 tahun masa kehidupan ditambah inflasi setiap tahun harus disadari membuat masa pensiun membutuhkan biaya yang tidak kecil. Karenanya, masa pensiun harus disiapkan sejak dini.

 


Salah satu cara yang bisa ditempuh pekerja untuk mempersiapkan masa pensiun adalah menjadi peserta dana pensiun, khususnya DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Menjadi peserta dana pensiun, berarti menabung secara rutin (biasanya bulana) untuk hari tua. Sebut saja untuk “uang pensiun” kita sendiri. Melalui dana pensiun, setidaknya kita sudah mempersiapkan masa pensiun lebih baik. Ada tabungan yang khusus digunakan untuk hari tua, saat usia pensiun tiba. Karena dana pensiun adalah “kendaraan” yang paling pas untuk pekerja dalam mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera.

 

Selain untuk meredam perilaku konsumtif dan gaya hidup berlebihan, dana pensiun setidaknya memberikan 4 (empat) manfaat kepada pekerja. Yaitu  1) ada dana yang pasti untuk masa pensiun, 2) ada Tabungan khusus yang dipersiapkan untuk hari tua, 3) ada  hasil investasi yang optimal selama menjadi peserta karena sifatnya jangka panjang, dan 4) ada insentif pajak saat manfaat pensiun dibayarkan, yang tidak dimiliki produk keuangan lainnya.

 

Secara blak-blakan, bolehlah disebut akan sulit menjalani masa pensiun tanpa dukungan dana pensiun. Bisa jadi, masa pensiun jadi merana di hari tua akibat tidak tersedianya dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di saat tidakbekerja lagi dan usia sudah tua. Sudah terlalu banyak cerita, pekerja yang berjaya di saat masih bekerja lalu merana di masa pensiun. Mumpung baru lebaran, mulailah berani mengambil keputusan untuk menyiapkan dana pensiun sejak dini. Karena siapapun, cepat atau lambat, pasti akan pensiun. Masalahnya, seberapa besar modal yang kita punya saat memasuki usia pensiun nanti? Ketahuilah, pensiun itu bukan soal waktu tapi soal keadaan. Mau seperti apa di masa pensiun? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun

Senin, 31 Maret 2025

The Untold Story: Literasi Momong Cucu Saat Lebaran

Saat momong cucu di libur lebaran, saya menyempatkan waktu membaca kisah tentang Imam Bukhari, seorang pelopor pengumpul hadits shahih dalam satu kitab. Selama 16 tahun, Imam Bukhari berhasil meramu sekitar 7.500 hadits shahih yang dipilih dari sekitar 600.000 hadits yang dihafalnya. Kitab bertajuk “Shahih Bukhari”, sebuah karya paling monumental.

 

Di balik kehebatannya sebagai ulama yang cerdas dan jujur serat senang menghafal hadist Nabi, ternyata imam Bukhrai pernah difitnah sampai-sampai dipenjara. Penguasa negeri dan para pendukungnya merekayasa fitnah atasnya, hingga mengadili dan memenjarakan Imam Bukhari. Kenapa begitu? Karena Imam Bukhari dianggap selalu menjadi penghalang penguasa. Akibat fitnah itulah, Imam Bukhari dijatuhi hukuman mati oleh penguasa. Dipermalukan di depan khalayak.

 

Terus, gimana selanjutnya? Dikisahkan, pada malam hari sebelum eksekusi, Imam Bukhari berdoa kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi. Sepenuh hati, ia mengenang perjuangan para pahlawan perang Badar. Dalam kesyahduan doanya, sampai akhirnya Imam Bukhari tertidur hingga bermimpi didatangi Nabi bersama 313 sahabat dengan menunggang kuda. Salah satu dari mereka berkata; Wahai putraku Bukhari, kami akan membantu masalahmu. Jangankan seluruh syuhada Badar yang kau lihat ini, satu orang saja diantara kami sudah bisa menghabisi mereka"

 

Lalu, apa yang terjadi? Keesokan harinya, hakim yang memutuskan perkara sang Imam Bukhari mati mendadak. Fitnah terhadap beliau pun terbongkar, akhirnya Imam Bukhari dibebaskan dari penjara. Tidak cukup sampai di situ, penguasa negeri Bukhara yang bernama Khalid As-Sadusi di akhir umurnya mati dalam keadaan hina dan seluruh pendukungnya yang ikut membuat dan menyebarkan fitnah itu dibalas satu demi satu oleh Allah di dunia. Sungguh luar biasa, terbukti Allah pasti menolong orang baik dan membalas orang jahat ya kan?

 


Mungkin, apa yang terjadi pada Imam Bukhari pernah terjadi di masa kini. Ada banyak cerita, orang yang tidak bersalah dibenci, dimusuhi bahkan difitnah. Entah apa sebabnya, intinya banyak orang-orang di sekitar kita memiliki karakter yang kesannya baik tapi nyatanya jahat walau hanya sebatas pikiran. Terlalu gampang tidak suka kepada orang lain, apalagi pada musuhnya. Bahkan orang banyak hari ini begitu toleran terhadap prasangka buruk dan pikiran kotor. Rasa benci, iri, dan dendam yang merasuki pikirannya sendiri. Sebuah untold story, kisah yang tidak terungkap di batin melebih dari apa yang tersajikan di wajah dan fisiknya.

 

Pada untold story batiniah, selalu ada orang-orang yang tidak selayaknya membenci namun memusuhi. Tidak pantas menuntut namun berharap lebih. Tidak berbuat apa-apa namun kerjanya meremehkan orang lain. Tidak pernah membantu tapi seolah-olah berkontribusi para orang lain. Orang-orang yang senang melihat keberhasilan orang lain tapi bukan pada orang yang dianggap musuhnya. Sebuah untold story yang makin nyata ada dan berulang hingga kini.

 

Kisah yang tidak terungkap dari Imam Bukhari, seorang ulama yang bernama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Ju`fi al-Bukhari memberi Pelajaran sederhana. Bahwa kalau ada seseorang yang dilanda fitnah, kita jangan sampai sampai ikut-ikutan menyebarkannya. Bila ada aib orang lain, jangan kita justru membiacarakannya. Bahkan kita dan siapapun, sangat tidak pantas membenci dan iri hati pada orang lain atas sebab apapun.

 

Sesungguhnya, tidak ada yang membenci kecuali orang yang iri.  Jadi rileks saja dan jangan pernah merasa diri kecil di sisi orang lain kecuali di sisi Allah SWT. Dan yang penting, tidak semua hal yang menjadi ketetapan Allah harus dimengerti asal-usulnya. Biarlah terjadi bila sudah kehendak-Nya, karena itu pasti baik. Salam literasi!

 



Literasi Lebaran: Manusia Adalah Labirin Rasa Bersalah

Manusia adalah labirin rasa bersalah. Saling mencintai, menyakiti, lalu memaafkan. Saling membenci, menceritakan, lalu meminta maaf. Bahkan saling memuji di depan dan menghina di belakang, lalu memaafkan lagi. Begitulah cara kita memahami keberadaan kita di dunia, terus dan terus secara berulang-ulang.

 

Memang, manusia adalah labirin rasa bersalah. Saat salah terjadi, bisa jadi “makanan empuk” bagi para pembencinya. Saat benar rampa di depan mata, bisa jadi terperangah sejenak lalu “meniadakan” kebenaran yang jelas di depan mata sekalipun. Diakui atau tidak, manusia memang labirin rasa bersalah atas ulahnya sendiri.

 

Maka di momen Idul Fitri. Semuanya mengakui dalam hati tanpa perlu diucapkan dengan mulut. Bahwa kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Di mata orang lain, apalagi   di mata Sang Pencipta. Kita, hanya seonggok daging yang sedang diberi kesempatan untuk hidup. Sambil menunggu giliran untuk “kembali” ke hadirat-Nya.

 

Jelas sudah, kita bukan yang paling hebat. Kita bukan pula yang paling bijak, bukan mencari sanjungan. Tapi cukup hanya terus bertekad untuk memperbaiki diri. Segudang salah dan khilaf yang meminta untuk dimaafkan. Seorang pemain dalam labirin rasa bersalah. Salah, salah, dan salah lagi.

 


Esok, kita kembali belajar. Tentang kehidupan, tentang pergaulan, dan tentang kebaikan. Setelah terjatuh, lalu bangkit dan terus melangkah lagi. Entah dikenali dunia ramai atau sepi. Asal tetap bertekad, untuk berbuat baik dan menebar manfaat. Segudang apapun prasangka orang lain.

 

Kita memang bukan manusia sempurna. Selalu terjebak pada labirin rasa bersalah. Tapi kita tetaplah kita, yang selalu sadar atas salah dan khilaf diri sendiri. Mengakui, menyatakan, dan meminta maaf selalu. Untuk esok yang lebih baik lagi.

 

Kini, momen untuk memperbaiki diri itu telah tiba. Ucapan maaf itu terucap berulang-ulang. Saatnya menata diri, Memperbaiki diri dan membiarkan persepsi di benak orang lain. Karena hidup, ujiannya memang berat. Tapi yakinlah, pertolongan Allah pasti dekat. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Salam literasi!

Sabtu, 29 Maret 2025

Membangun Sikap Dermawan di Taman Bacaan

Mungkin saat ini, membangun sikap kedermawanan atau kemurahan hati kepada sesama bukan hal yang mudah. Selain banyak alasan untuk tidak bisa bertindak dermawan, selalu ada pro kontra soal sikap dermawan. Akhirnya, dermawan hanya tinggal kata-kata dan selalu diperdebatkan hingga lupa dipraktikkan.

 

Terlepas dari perdebatan soal sikap dermawan. Dermawan itu sifat dan perilaku yang dimiliki seseorang yang suka beramal, bersedekah, dan memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk kepentingan orang lain tanpa paksaan. Tentu kedermawanan harus dilandasi rasa ikhlas dalam bersedekah, tidak mengharapkan imbalan, dan mau menyalurkan harta di jalan Allah. Selain menjadi realisasi sikap menghargai saudara yang kurang mampu dan wujud syukur atas nikmat yang diberikan Allah, sikap dermawan menjadi bukti nyata mencintai sesama manusia atas dasar kemanusiaan.

 

Spirit kedermawanan adalah mau menolong orang lain dengan menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya dalam perbuatan baik dan menebar manfaat. Bisa jadi, sikap dermawan semakin langka di zaman now. Padahal, sikap dermawan sejatinya dapat membersihkan jiwa dan memperkuat hubungan antar manusia. Siap dermawan pun mampu menyingkirkan egoisme dan membuang kepentingan diri sendiri yang berlebihan. Menjadi lebih murah hati kepada sesama.

 

Tentu saja, kedermawanan tidak akan membuat seseorang kekurangan. Justru, memberi bisa memperkaya batin, mempererat hubungan sosial, dan membawa kebahagiaan baik bagi pemberi maupun penerima. Siap dermawan atau murah hati, sejatinya mencerminkan keyakinan bahwa kemurahan hati dan kebaikan tidak bergantung pada kondisi materi. Memberi tidak selalu berupa harta; bisa juga dalam bentuk perhatian, kasih sayang, atau dukungan emosional.

 


Prinsip kedermawanan atau murah hati itulah yang selalu dipelihara di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Berderma dengan menyediakan tempat membaca ratusan anak-anak usia sekolah, mengajar calistung puluhan anak-anak kelas prasekolah, memberantas buta aksara kaum ibu, dan menjalankan motor baca keliling ke kampung-kampung yang tidak punya akses membaca. Bahkan secara rutin, bersedekah untuk anak-anak yatim, kaum jompo, dan janda sebagai wujud kepedulian sosial. Taman bacaan yang dijadikan ladang amal semua orang sekaligus melatih sikap dermawan secara konkret, tanpa perlu perdebatan.

 

Karena sesungguhnya, kekayaan sejati bukan hanya diukur dari kepemilikan materi, tetapi juga dari nilai-nilai kemanusiaan. Semakin banyak seseorang memberi dengan ikhlas, semakin kaya pula hatinya. Praktikan sikap dermawan, jangan hanya diperdebatkan. Uang niat baik jadi aksi nyata. Salam literasi!

Orang yang Menipu Dirinya Sendiri

Ternyata, manusia itu lebih senang mengejar keindahan yang palsu daripada menghadapi kebenaran yang pahit. Begitu kata Fyodor Dostoyevsky, seorang novelis dari Rusia yang karyanya sering mengeksplorasi tema ilusi, penderitaan, dan sifat manusia yang kompleks. Memang manusia cenderung menghindari kenyataan yang pahit dan lebih memilih kenyamanan dalam ilusi atau keindahan palsu.

 

Entah kenapa, manusia sering kali takut menghadapi kebenaran yang menyakitkan. Karena bisa mengguncang keyakinan, kenyamanan, atau harga dirinya. Sebaliknya, manusia cenderung membangun dunia yang penuh dengan ilusi, baik dalam bentuk harapan palsu, kebanggaan semu, atau bahkan ideologi yang menutupi realitas hidup. Agar mendapat kesan baik di mata orang lain.  Hidup jadi semakin semu.

 

Bila membaca novel-novel Dostoyevsky seperti Notes from Underground dan The Brothers Karamazov, selalu ada gambaran tokoh-tokoh yang berjuang antara menerima kebenaran yang menyakitkan atau hidup dalam ilusi. Ia menunjukkan bahwa sering kali manusia lebih memilih kebohongan yang menyenangkan daripada realitas yang keras, karena itu memberikan rasa aman, meskipun semu. Lebih berpihak pada kesenangan sesaat daripada kenyamanan yang orisinal.

 


Seperti yang terjadi di media sosial. Ada banyak gejala yang lebih menyukai keindahan yang palsu daripada kebenaran yang pahit. Lebih senang yang kamuflase daripada yang apa adanya. Lebih senang mempromosikan idealisme daripada aksi nyata ke banyak orang. Maka untuk melatih kebenaran yang pahit, bergaullah di taman bacaan. Bimbing anak-anak yang membaca, berantas buta aksara, ajarkan kelas prasekolah, hingga jalankan motor baca keliling seperti yang dikerjakan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.

 

Memang, orang lebih suka menipu dirinya sendiri dengan mitos kebahagiaan daripada menghadapi penderitaan yang bisa membawanya pada pertumbuhan dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan. Jadi bertanyalah, mau sampai kapan? Salam literasi!

Rabu, 26 Maret 2025

Pinjol dan Pensiunan, Apa Korelasinya?

Siapa yang menyangka, OJK mencatat kalangan usia lanjut (di atas 54 tahun) merupakan segmen peminjam pinjaman online (pinjol) dengan lonjakan kredit macet paling besar pada periode 2024, yakni naik 104% YoY menjadi Rp94,87 miliar. Tadinya, kita mengira pinjol hanya didominasi oleh kelompok milenial di usia 19-34 tahun dan pekerja produktif di usia 35-54 tahun. Ternyata, pensiunan di atas 54 tahun pun terlibat pinjol. Reaitas ini tentu harus jadi perhatian. Karena kalangan pensiunan masih mengandalkan pinjol sebagai sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuahn hidupnya sehari-hari.

 

Terus terus, sangat memprihatinkan  bila pensiunan terlibat pinjol. Karena pensiunan sudah tidak punya gaji lagi, lalu dari mana uang untuk membayar pinjaman online? Di sisi lain, inisiatif pensiunan memilih pinjol menjadi bukti bahwa uang pensiun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di hari tua. Bahkan dapat dikatakann pensiunan yang terjebak pinjol memang tidak punya dana pensiun saat masih bekerja. Tidak ada perencanaan masa pensiun. Sehingga pinjol dijadikan pilihan untuk mengatasi masalah keuangan atau finansial di hari tuanya. Ini berarti, dana pensiun bagi pekerja sangat penting disiapkan dari sejak dini, dari saat meulai bekerja.

 

Di sisi lain, mungkin tadinya pensiunan berpikir, anak-anaknya dapat membantu masalah keuangannya. Tapi akibat beban biaya hidup yang kian membengkan, akhirnya anak-anaknya  tidak dapat membantu orang tuanya. Anak-anaknya tidak lagi bisa membantu sepenuhnya kebutuhan orang tua, hanya alakadarnya. Kondisi ini mengkonfirmasi survei yang ada di mana 1 dari 2 pensiunan sangat menggantungkan transferan dari anaknya untuk biaya hidup sehari-hari (ADB, 2024). Konsekuensinya, pensiunan jadi terlibat pinjol dan berpotensi menimbulkan kredit macet alias tidak mampu bayar.

 

Pinjol jadi pilihan pensiunan dikarenakan fasilitas pinjaman uang yang bersifat daring. Selain tidak membutuhkan agunan, pinjol juga menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam pengajuan dan pencairan dana. Sehingga menarik bagi pensiunan ang membutuhkan dana mendesak. Cuma masalahnya, dari mana pensiun bisa membayar cicilannya?

 

Belajar dari kredit macet pinjol di pensiunan, mau tidak mau, harus jadi perhatian para pekerja produktif. Siapapun yang masih bekerja harus mempersiapkan masa pensiunnya sendiri. Karena itu, edukasi dan kemudahan akses tentang pentingnya dana pensiun harus selalu disuarakan. Agar nantinya, para pekerja tidak mengalami masalah keuangan di hari tua. Agar tidak terlibat pinjol di masa pensiun. Karena bila di masa pensiun terlibat pinjol, pasti akan menimbulkan “masalah baru” khususnya psikologis dan ekonomi di hari tua. Di masa pensiun bukannya menikmati hari tua, justru punya masalah urusan pinjol.

 


Harus diakui, hingga kapanpun, pensiunan akan semakin sulit untuk bisa menjalani masa pensiun dengan nyaman. Beberapa sebab yang mendasarinya adlah 1) masih adanya beban tanggungan atau utang di masa pensiun, 2) tidak punya dana pensiun saat masih bekerja, 3) pengelolaan keuangan yang belum optimal, 4) literasi keuangan yang rendah, 5) inflasi yang tergolong tinggi, dan 6) gaya hidup yang konsumtif atau berlebihan.

 

Atas dasar itu, edukasi pentingnya dana pensiun harus terus digalakkan ke semua kalanganpekerja. Agar terhindar dari jeratan pinjol di hari tua sekaligus “memaksa diri’ menyisihkan uang untuk hari tua, untuk masa pensiun. Patut diingat, masa pensiun di Indonesia saat ini tergolong Panjang maka membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi kondisi ekonomi yang tidak pasti dan memperhitungkan daya beli yang semakin menurun di masa pensiun. Maka, dana pensiun penting dipersiapkan sejak dini. Agar “kerja yes, pensiun oke”. Salam #YukSiapkanPensiun

Prinsip Literasi, Jangan Abaikan Diri Sendiri

Apa bisa kita mengerjakan sesuatu tanpa ada rasa cinta? Tentu, jawabnya tidak bisa. Karena pekerjaan yang dilakukan karena terpaksa apalagi tanpa cinta sudah pasti hasilnya sia-sia. Tidak akan ada pekerjaan yang baik apalagi berkah bila dikerjakan tanpa cinta. Maka apapun pekerjaan aktivitas kita, lakukan dengan cinta. Artinya, didasari komitmen dan konsistensi sepenuh hati.

 

Cinta itu penting, sebagai landasan moral. Agar hati dan pikiran lebih lapang dalam mengerjakan sesuatu. Ada ikhlas dan ketulusan saat dijalankan. Dan pada akhirnya, waktu yang akan membuktikan. Bila didasari cinta, maka akan ajek dan berkelanjutan. Bila tanpa cinta, sudah pasti pasang surut dan angin-anginan. Pasangan, pekerjaan, bahkan aktivitas sosial pun butuh cinta.

 

Tapi jangan lupa, cinta yang paling tinggi dan spektakuler adalah mencintai diri sendiri. Cinta kepada orang lain boleh tapi sesudah kita mencintai diri sendiri. Tanpa ada rasa cinta pada diri sendiri, sudah pasti berantakan. Lucille Ball, aktris terkemuka Amerika Serikat menyebut pentingnya mencintai diri sendiri sebagai fondasi untuk mencapai hal-hal besar dalam hidup. Sebelum kita bisa meraih kesuksesan, mencintai orang lain, atau menjalani hidup dengan baik, kita harus terlebih dahulu memiliki rasa cinta dan penghargaan terhadap diri sendiri.

 

Bila sudah cinta pada diri sendiri, apapun dikerjakan dengan senang hati. Sehat lahir batin, pikiran positif, hati baik dan insya Allah berkah hidup pun mengalir dari apa yang kita kerjakan. Sebaliknya, bila kita gagal mencintai diri sendiri bahkan menjadikan aktivitas sebagai “pelarian” maka hasilnya pasti gelisah, stres bahkan tidak ada berkahnya. Apalagi seperti aktivitas sosial di taman bacaan, tanpa didasari rasa cinta pada diri sendiri sudah pasti sulit untuk memberikan pelayanan terbaik kepada orang lain. Kan sifatnya sosial, tidak ada gaji tidak ada apresiasi. Maka cintai diri sendiri, apapun yang kita kerjakan. Begitulah prinsip yang ditanamkan di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.

 


Ketahuilah, mencintai diri itu bukan berarti egois. Melainkan menghargai diri sendiri, menerima kelebihan dan kekurangan, serta merawat kesejahteraan fisik dan mental yang ada pada diri kita.  Karena saat kita memiliki hubungan yang baik dengan diri sendiri maka kita jadi lebih percaya diri, lebih termotivasi, dan lebih siap menghadapi tantangan apapun. Sebaliknya, tanpa self-love, kita justru cenderung meragukan diri sendiri dan mudah terjebak dalam ketidakpastian. Akhirnya, kita tidak tahu tujuannya ke mana?

 

Sebagai hikmah ramadan, inilah momen untuk merenung. Untuk bertanya, apakah kita melakukan sesuatu atas dasar cinta pada diri sendiri? Ini pesan penting, karena banyak orang mengerjakan banyak hal tapi tanpa didasari rasa cinta pada diri sendiri. Hanya ikut-ikutan atau terpaksa melakukannya. Jangan abaikan diri sendiri atas alasan apapun. Jangan relawan lapar untuk memberi makan orang lain. Justru kenyangkanlah perut kita agar ikhlas memberi makan orang lain.

 

Jadi, sukses dan berkah dalam hidup itu harus dilandasi rasa cinta pada diri sendiri, lalu kemudian dibagikan ke orang lain. Bila kita benar-benar mencintai diri sendiri, insya Allah segalanya akan lebih mudah akan lebih alami. Mau ada pujian atau hinaan sama saja, karena dasarnya cinta pada diri sendiri. Dan ingat, bila sudah cinta dan terbang tinggi, jangan pernah menjatuhkan orang lain, di mana pun atas alasan apapun. Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #NgabubuRead#TamanBacaan

 

Selasa, 25 Maret 2025

THR, Yuk Sisihkan untuk Dana Pensiun

Hari-hari ini, ada yang mendapat THR (Tunjangan Hari Raya) buat lebaran. Tapi Sejarah membuktikan, banyak uang THR hanya dipakai untuk memebli keinginan dan perlengkapan kebutuhan lebaran. THR habis hanya sebatas lebaran. Dan setelah lebaran, kantong kempes lagi alias tidak punya uang. Selain memprihatinkan, cara memeperlakukan uang THR mungkin harus ditinjau ulang.

 

THR memang untuk kebutuhan hari ini, di saat momen lebaran. Tapi di sisi lain, kita perlu menyadari. Bahwa faktanya, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun atau berhenti bekerha. Maka wajar, 1 dari 2 pensiunan atau lansia di Indonesia hanya mengandalkan tarnsferan anak-anaknya untuk biaya hidup sehari-hari (ADB, 2024). Bahkan survei lain menyebut, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami kesulitan finansial di hari tua. Akibat tidak adanya perencanaan masa pensiun atau tidak punya tabungan dana pensiun.

 

THR, sisihkan untuk dana pensiun. Bukan sisakan untuk dana pensiun. Bila mau nyaman di hari tua, mulailah menyisihkan uang THR atau gaji untuk dana pensiun. Jangan sisanya untuk dana pensiun. Kalau ada sisia, bila tidak ada sisa berarti tidak menabung untuk hari tua. Karena itu, cara pandang tentang dana pensiun adalah berani menyisihkan untuk dana pensiun, bukan menyisakan untuk dana pensiun. Belanja untuk keinginan sudah pasti tidak aka nada habisnya. Maka harus berani menyisihkan untuk hari tua yang lebih baik.

 

Sudah pasti, untuk mewujudkan hari tua atau masa pensiun yang sejahtare memerlukan strategi dan keberanian. Untuk menyisihkan sebagian gaji atau THR untuk dana pensiun. Bukan sisa gaji untuk dana pensiun. Karena ingat, di masa pensiun atau hari tua, kita tidak bekerja lagi maka tidak ada gaji yang diterima setiap bulan. Lalu, dari mana uang untuk biaya hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari? Tentu, hanya dari uang yang ditabung di dana pensiun yang kita miliki. Jika tidak punya, maka akan bergantung kepada anak-anak. Bila si anak punya uang mungkin tidak masalah. Tapi bila si anak hidipnya pas-pasan, pasti akan jadi masalah baru di keluarga.

 

Maaf, tidak sedikit pensiunan di hari tua yang bermasalah secara keuangan. Akibat selama bekerja tidak mau menabung di dana pensiun. Jatanya, gaji habis untuk biaya hidup sehari-hari dan kebutuhan anak dan keluarag. Memang di situlah seninya menabung, bagaimana cara kita tetap bisa menabung untuk masa pensiun sekalipun kebutuhan hari-hari tetap bisa terpenuhi. Yang jelas, menabung untuk masa pensiun harus “dibaranikan” bukan “diabaikan”. Karena masa pensiun, sejatinya bukan “gimana nanti” tapi “nanti gimana”. Gimana nanti bila kita sudah tua dan tidak bekerja lagi?

 

Saat pensiun nanti, kita membutuhkan uang bulanan sebesar 40% dari gaji terakhir saat bekerja (rekomendasi ILO) untuk bisa hidup layak di hari tua. Bahkan sebagian orang justru memiliki standar 70% dari gaji terakhir (LIMRA). Tapi sayang, faktanya di Indonesia, seorang pensiunan hanya mampu memenuhi 10% dari gaji terakhir (bila punya JHT + JP BPJS). Besaran uang pensiun yang diperoleh masih sangat rendah, jauh dari kebutuhan yang seharusnya. Bagaimana dengan kita, sudah cukupkah dana pensiun  yang kita miliki?

 


Apa untungnya menabung di dana pensiun? Untungnya adalah 1) punya uang pensiun yang pasti saat dibutuhkan nati, 2) ada hasil investasi yang optimal karena ditabung dalam jangka Panjang, dan 3) ada insetif pajak saat manfaat pensiun dibayarakn. Dan yang paling penting, siapapun yang memiliki dana pensiun setidaknya punya ketenangan hati dan pikiran untuk hari tua, Tidak gelisah atau stres memikirkan hari tuanya sendiri. Maka persiapkan masa oensiun kita sejak dini.

 

Berapa tabungan dana pensiun yang disisihkan? Tentu bebas saja, asalkan ada yang bisa disisihkan untuk dana pensiun. Boleh 10% dari gaji, boleh 20% dari gaji. Intinya menabung untuk masa pensiiun, sebagai strategi persiapan untuk hari tua di saat tidak bekerja lagi. Karena cepat atau lambat, siapapun pasti akan pensiun. Jadi, menyisihkan bukan menyisakan untuk dana pensiun. Agar kerja yes, pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #LSPDanaPensiun

Senin, 24 Maret 2025

Sehebat Apapun Kamu Cegah, Ada Hal yang Terjadi Begitu Saja

“Kamu bisa memotong semua bunga tapi kamu tidak bisa mencegah musim semi datang”. Begitu kata Pablo Neruda, penyair Chili dan peraih Penghargaan Nobel Sastra pada zamannya. Kutipan itu menggambarkan bahwa meskipun kita bisa mencoba mengendalikan atau menghalangi banyak hal dalam hidup, ada hal-hal tertentu yang tidak bisa kita hentikan, seperti datangnya musim semi.

 

Sederhananya, musim semi adalah simbol perubahan dan pembaruan yang tidak dapat dicegah siapapun, tidak peduli seberapa besar usaha kita untuk menahannya. Tidak ada kekuatan yang bisa mencegah bila sesuatu yang alamiah akan datang.  Bila sudah waktunya, semuanya akan terjadi.

 

Begitu pula dalam hidup, ada proses alami yang berjalan dan akan terjadi. Karena kita tidak mungkin dapat mengendalikannya. Kita hanya bisa membuat rencana dan ikhtiar. Tapi hasilnya tidak ada yang tahu. Begitu pula saat ada orang lain yang membenci atau tidak suka kepada kita, sehebat apapun upayanya tidak akan memengaruhi apapun yang memang sepantasnya raih. Ingat, kita hanya bisa ikhtiar. Selebihnya urusan sang pencipta. Seperti kita hanya bisa kendalikan diri sendiri tapi tidak bisa mengontrol apapun yang dilakukan orang lain.

 

Silakan dipahami dan direnungkan. Kita sering berusaha mengendalikan banyak hal dalam hidup. Pengen begini, pengen begitu. Harus begini, harus begitu. Tapi akhirnya, ada situasi yang tetap datang begitu saja, seiring berjalannya waktu? Tanpa diduga, semua terjadi begitu saja.

 


Bila harus terjadi maka terjadilah. Begitu hukumnya. Seperti perasaan atau keadaan yang akhirnya datang dengan sendirinya. Entah, kita menginginkannya atau tidak. Semuanya datang di waktu yang semestinya. Tanpa ada yang mampu menahannya. Seperti perubahan dalam hidup atau niat untuk berubah pun begitu datangnya. Terkadang tiba-tiba dan tanpa direncanakan. Menurut kamu, mengapa ada hal-hal yang tidak bisa kita cegah atau kontrol?

Ikhtiar sangat penting, doa pun penting. Tapi kita harus percaya. Ada hal-hal dalam hidup yang datang begitu saja tanpa ada yang bisa menahannya. Jadi bersikaplah realistis. Karena, pasang surut kehidupan selalu ada dan akan datang pada waktunya.

 

Maka, memang kamu bisa memotong semua bunga. Tapi kamu tidak bisa mencegah musim semi datang. Seperti kamu bisa berharap apapun, tapi harapan itu bisa terjadi dan bisa tidak terjadi. Semuanya sudah ada waktunya, tentu sesuai amal perbuatan kita sendiri.

 

Ketahuilah, ada hal-hal dalam hidup yang datang begitu saja. Tidak usah terlalu ngotot atau berlebihan, biasa-biasa saja. Salam literasi!